Segala puji bagi Allah, Pelindung
orang-orang shalih dan shalihah. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (tuhan
yang haq untuk disembah) melainkan Allah semata, Pencipta bumi dan langit. Dan
aku bersaksi bahwa penghulu dan nabi kami, Muhammad adalah utusan-Nya yang
terpilih untuk sebaik-baik seluruh risalah. Semoga Allah berkenan mencurahkan
shalawat kepadanya, keluarga, dan para sahabatnya, serta kepada segenap
orang-orang yang berjalan di atas manhajnya hingga hari dimana langit
terpecah dan bumi terbelah (kiamat kelak).
Amma ba’du :
Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
Di awal penyampaian ini, aku
bermohon kepada Allah yang Maha Agung agar berkenan memberikan balasan kepada
saudara-saudaraku yang mulia sebagai penyelenggara pertemuan ini dengan
limpahan kebaikan dan dengan sebaik-baiknya ganjaran serta balasan. Aku
bermohon kepada-Nya Ta’ala agar berkenan menjadikan pertemuan ini
sebagai pertemuan yang dirahmati dan mengaruniakan taufik-Nya kepada kita
berupa perkataan yang benar dan amal shalih yang tertuntun.
Wahai saudara-saudara yang kucintai karena Allah :
Berbicara mengenai kehidupan yang
baik (al-hayah ath-thaiyibah) merupakan pembicaraan (mengenai
suatu model kehidupan) yang seyogyanya setiap kita menjalani hidupnya (ke arah
itu). Kehidupan, kalau tidak manusia yang menguasainya, maka manusia yang akan
dikuasainya. Berlalunya (unsur-unsur
kehidupan, yaitu) waktu demi waktu, kesempatan demi kesempatan, hari demi hari,
dan tahun demi tahunnya atas manusia, maka kalau tidak ia mengantarkan manusia
kepada kecintaan dan keridhaan-Nya, sehingga akhirnya tergolong orang-orang
yang sukses (di dunia) dan tergolong penghuni surga (di akhirat). Atau ia
berlalu atas manusia, kemudian mengantarkan manusia menuju kobaran api neraka dan
kepada kemurkaan Yang Maha Esa lagi Yang Pembuat Perhitungan.( ad-Dayyan).
Kehidupan, kalau tidak membuat anda
tertawa sesaat, untuk selanjutnya menjadikan anda menangis sepanjang masa. Atau
sebaliknya membuat anda menangis sebentar, untuk selanjutnya menjadikan anda
tersenyum sepanjang masa. Kehidupan, kalau tidak sebagai sebuah kenikmatan bagi
manusia, maka sebagai bencana baginya. Demikianlah kehidupan yang dulu pernah
dijalani oleh orang-orang generasi pertama, para orang tua, nenek-nenek moyang,
dan para pendahulu. Kemudian mereka berpulang kepada Allah Azza wa Jalla dengan
segala yang mereka kerjakan.
Kehidupan pengertiannya adalah
segala momentum hidup yang anda arungi dan seluruh waktu yang anda jalani. Dan kita dikesempatan hidup yang kita jalani
ini, kalaulah tidak kita menguasainya, maka kita yang akan menjadi korbannya.
Kehidupan –wahai saudara yang
kucintai karena-Nya-...., Allah menjadikannya sebagai ujian dan tribulasi.
Tribulasi yang menampakkan hakikat sejati para hamba-Nya, maka yang berhasil
dengan rahmat Allah merupakan orang yang berbahagia, sementara yang terhalang
dari ridha Allah merupakan orang yang celaka dan terlempar (dari rahmat-Nya).
Setiap waktu kehidupan yang anda arungi, kalau tidak menyebabkan Allah ridha
terhadap anda, maka sebaliknya. Wal ‘iyadzu billah (berlindung kepada
Allah dari keadaan semacam itu). Kalau tidak mendekatkan anda kepada Allah,
atau menjauhkan anda dari-Nya.
Terkadang anda menjalani hidup dalam
satu momentum dari sekian momentum-momentum yang mengespresikan rasa cinta dan
ketaatan kepada Allah, sehingga dimaafkan kesalahan-kesalahan hidup anda
dengannya, dan diampuni dosa-dosa yang
pernah terjadi sepanjang umur anda dengannya. Terkadang anda menjalani hidup
anda dalam satu momentum yang menyimpangkan diri anda dari jalan Allah, dan
menjauhkan diri anda dari ketaatan kepada-Nya, yaitu momentum yang menyebabkan
anda masuk ke dalam kelompok manusia yang celaka kehidupannya. (Kita
bermohon kepada Allah akan kesalamatan dan kesehatan).
Di kehidupan ini (selalu) ada dua penyeru :
Penyeru (da’i) yang
(senantiasa) mengajak kepada kasih sayang Allah (rahmatillah),
keridhaan-Nya (ridhwanillah) dan kecintaan kepada-Nya (mahabbatillah)..
Adapun penyeru yang kedua, adalah yang mengajak kepada segala yang kontradiksi
dengan hal tersebut. Syahwat yang (senantiasa) mengajak kepada perbuatan jahat,
atau dorongan seruan kepada akhir yang buruk.
Namun terkadang manusia menjalani
hidup dalam satu momentum dari kehidupannya yang menyebabkan ia menangis dengan
tangisan penyesalan atas sikapnya yang berlebih-lebihan di sisi Rabbnya, maka
Allah mengganti kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan, disebabkan
tangisannya ini.
Berapa banyak orang yang berbuat
dosa, berapa banyak orang yang melakukan kesalahan, dan berapa banyak orang
yang telah jauh (dari ajaran agama), sepanjang (hidupnya) mereka berjalan
menjauh meninggalkan Rabb mereka, maka mereka menjadi jauh dari rahmat Allah
dan meninggalkan keridhaan-Nya. Lalu datanglah kepadanya masa dan momentum
berikutnya, yaitu masa dan momentum yang kita maknai dengan suatu kehidupan
yang baik, sehingga tumpahlah air mata penyesalan mereka, memicu teriakan
rintihan di dalam hati, lalu orang tersebut merasa bahwa sungguh sepanjang
hidupnya ia merasakan keterasingan dari Allah, dan sungguh sepanjang hidupnya
ia merasa absen dari (ketaatan kepada)-Nya. Semua itu terjadi agar ia
mengikrarkan, “Sungguh aku (harus) bertaubat kepada Allah, kembali kepada
rahmat Allah dan keridhaan-Nya.”
Inilah masa yang merupakan kunci
kebahagiaan bagi manusia, yaitu masa penyesalan. Sebagaimana para ulama
menyatakan, “Sesungguhnya manusia terkadang berbuat dosa, dengan berbagai dosa
yang banyak. Namun sekiranya ia jujur dalam penyesalannya dan jujur dalam
taubatnya, (niscaya) Allah akan mengganti berbagai kesalahannya dengan berbagai
kebaikan. Maka kehidupannya akan menjadi baik dengan kebaikan penyesalannya
tersebut dan dengan kejujuran apa yang didapati di dalam hatinya dari rasa duka
dan rintihan sakit."
Kami bermohon kepada Allah yang Maha
Agung, Pemilik Arsy yang mulia, agar berkenan menghidupkan penyeru yang
mengajak ke rahmat-Nya ini di dalam hati-hati kami, dan rintihan sakit ini yang
kami rasakan dari tindakan yang berlebih-lebihan di sisi-Nya.
Saudara yang kucintai karena Allah,
kita menghendaki setiap kita untuk melontarkan sebuah pertanyaan kepada dirinya
(masing-masing) mengenai malam dan siangnya?
-
Berapa banyak
malam-malamnya yang ia hidupkan? dan berapa lama waktu yang digunakannya?
-
Berapa banyak
ia tertawa dalam kehidupan ini, dan apakah tertawanya ini merupakan tertawa
yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla ?
-
Berapa banyak
ia telah bersenang-senang di kehidupan ini, dan apakah kesenangan ini merupakan
kesenangan yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla ?
-
Berapa banyak
orang yang bergadang di malam hari, dan apakah bergadangnya ini merupakan
bergadang yang menjadikan Allah menyukaimu? Berapa banyak .... ? Dan berapa
banyak .... ?
-
Pertanyaan yang
dilontarkan kepada dirinya sendiri.
Terkadang manusia terbersit, kenapa saya mempertanyakan
pertanyaan ini?
Benar, anda melontarkan pertanyaan
ini karena tidaklah terlihat di pelupuk mata, dan tidak pula di kehidupan yang
anda lalui, melainkan anda bolak-balik berada dalam kenikmatan Ilahi. Maka
diantara bukti munculnya rasa malu dan tersipu-sipu manusia terhadap Allah,
bahwa manusia tersebut merasakan besarnya nikmat Allah yang dilimpahkan kepada
dirinya dalam hidupnya.
Diantara bentuk tersipu malu kepada
Allah, yaitu kita sadar bahwa kita makan
dari makanan karunia Allah, kita mengambil air dari minuman-minuman ciptaan
Allah, dan bahwa kita berteduh dengan langit Allah, dan bahwa kita berjalan di
atas hamparan-Nya, dan bahwa kita merasakan silih berganti (kenikmatan) dalam
kasih sayang-Nya, lalu apa yang akan kita persembahkan di sisi-Nya? Manusia bertanya
kepada dirinya sendiri.
Para dokter medis berkata,
“Sesungguhnya di dalam hati manusia ada suatu materi, sekiranya ia bertambah 1%
atau berkurang 1% (saja) maka (cukup untuk) menyebabkan kematian
seketika." Maka kelembutan, kasih sayang, serta kehalusan, dan keramahan
dari Allah yang menjadikan manusia menerima silih berganti kenikmatan di dalam
kehidupannya.
Manusia bertanya kepada dirinya sendiri mengenai kasih
sayang Allah. Ketika manusia dikaruniai pendengaran, penglihatan dan kekuatan
baginya, lalu :
-
Siapa yang
memelihara pendengarannya?
-
Siapa yang
memelihara penglihatannya.?
-
Siapa yang
memelihara akalnya?
-
Siapa yang
memelihara ruhnya?
-
Ia bertanya
kepada dirinya sendiri, “Siapa yang menjaga semua ini?”
-
“Siapa yang
mengkarunikan kesehatan dan keselamatan?”
Orang-orang yang menderita sakit, mereka tak berdaya dan
merasa kepedihan. Sementara Allah hendak membuat kita senang dengan
kenikmatan-kenikmatan ini, hendak membuat kita senang dengan kesehatan,
kebugaran, keamanan, keselamatan. kesemuannya itu semata-mata agar kita hidup
dengan kehidupan yang baik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki hambanya
dalam 2 (dua) perkara :
-
Perkara pertama, melakukan segenap kewajiban-Nya.
-
Perkara kedua, meninggalkan segala larangan-Nya
Ada yang mengatakan bahwa kedekatan
kepada Allah ‘Azza wa Jalla menimbulkan kehidupan yang menyakitkan, atau
kehidupan yang sempit. Sungguh ini merupakan dugaan yang salah terhadap Allah.
Demi Allah, kehidupan (bisa) baik (hanya) dengan kedekatan kepada Allah, maka
tidak akan pernah baik kehidupan ini dengan sesuatu apapun selain
(dengan)-Nya.Kehidupan (bisa) baik (hanya) dengan melaksanakan segenap
kewajiban-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, maka -demi Allah- maka
tidak akan pernah baik kehidupan ini dengan sesuatu apapun selain dengannya.
Manusia mencoba menikmati kehidupan seluruhnya, maka sesungguhnya –demi Allah-
dia tidak akan menemukan kehidupan yang paling baik daripada kelezatan
penyembahan kepada Allah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Anda diperintah dengan dua perkara,
kalau tidak perkara yang datang kepadamu untuk kamu kerjakan atau tidak kamu
kerjakan.
Sekiranya anda melakukan suatu
perkara dalam kehidupan ini, tanyalah kepada diri anda, “Apakah Allah Azza
wa Jalla telah mengizinkanmu untuk melakukannya?”, “Perkara apa yang kamu
lakukan?”. Karena pada hakikatnya, semua jasad milik Allah, semua hati milik
Allah, dan semua ruh milik Allah. Maka sudah sepatutnya bagi manusia, sekiranya
hendak melangkah ke depan atau ke belakang, ia bertanya kepada dirinya sendiri,
“Apakah Allah ridha kepadanya, sekiranya ia hendak melangkah ke depan, (jika
iya) maka melangkahlah ke depan. Atau Allah tidak ridha terhadapnya, maka
mundurlah. Demi Allah, tidaklah seorang
manusia melangkah maju atau pun mundur, demi mengharap rahmat Allah, melainkan
Allah akan menjadikannya ia bahagia. Dengan demikian, kebahagiaan yang sejati
dan kehidupan yang baik dapat tercapai (hanya) dengan dekat kepada Allah.
Dekat ke siapa? Dekat kepada Maha
Raja, Penguasa seluruh langit dan bumi. Seluruh perintah adalah perintah-Nya,
seluruh makhluk adalah makhluk-Nya, dan seluruh pengelolaan merupakan tata
kelola-Nya. Sementara anda akan menjumpai manusia tampak selalu dalam kondisi
tertekan dan kelelahan. Anda akan menjumpai pribadi yang senantiasa memenuhi
hawa nafsunya, namun –demi Allah- anda akan dapati orang yang paling menikmati
pemuasan hawa nafsunya, adalah mereka yang paling banyak merasakan sakit
jiwanya. Mereka yang paling banyak tertekan kejiwaannya, mereka yang paling
banyak terguncang kehidupannya.
Pergi dan amatilah orang yang paling
terkaya, anda akan dapati ia adalah orang yang paling banyak begadangnya di
malam hari dalam kehidupan. Kenapa ? Karena Allah menjadikan kenyamanan jiwa
dengan mendekat kepada-Nya. Dan menjadikan kelezatan hidup dengan mendekat
kepada-Nya. Menjadikan kesenangan hidup dalam kesenangan bersama-Nya Subhanahu
wa Ta’ala. Satu shalat saja yang dilakukan manusia yang merupakan bagian
dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, seusai melakukan rukuk, sujud,
dan sikap ibadahnya yang lain kepada Rabb-Nya, sekedar keluar dari masjid, ia
akan merasakan kenyamanan jiwa. Demi Allah, sekiranya ia membelanjakan segenap
harta dunianya, (niscaya) tidaklah ia sanggup mendapatkan jalan untuk
menenangkan jiwanya.
Kehidupan yang baik (hanya) dengan
mendekat kepada Allah, kehidupan yang nyaman (hanya dengan) mendekat kepada
Allah. Sekiranya kehidupan yang baik (hanya) dengan mendekat kepada Allah, lalu
dengan siapa kehidupan dapat menjadi baik?
BERSAMBUNG
0 komentar:
Post a Comment